Papua, CENDRAWASIH, atau yang disebut orang asing dengan nama Bird of Paradise, merupakan burung khas Papua. Dari 43 spesies cendrawasih, 35 di antaranya bisa ditemukan di Papua.

Cendrawasih banyak tersebar di Indonesia bagian timur, terutama Papua, Ternate, Pulau Aru dan & pulau kecil di sekitarnya. Burung ini juga bisa dijumpai di Papua Nugini, Australia, dan pulau-pulau yang berdekatan.

Bulu indah terutama terdapat pada cendrawasih jantan. Umumnya bulu-bulunya sangat cerah dengan kombinasi hitam, cokelat kemerahan, oranye, kuning, putih, biru, hijau, dan ungu. Spesies cendrawasih yang terkenal antara lain adalah Paradisaea apoda, Paradisaea minor, Cicinnurus regius, dan Seleucidis melanoleuca.

Burung ini biasanya hidup di hutan yang lebat atau di dataran rendah. Ia memiliki kebiasaan bermain di pagi hari saat matahari mulai menampakkan cahaya di ufuk timur.

Cendrawasih jantan memakai bulu lehernya yang menawan untuk menarik lawan jenis. Tarian cendrawasih jantan amat memukau. Sambil bernyanyi di atas dahan, pejantan ini bergoyang-goyang ke berbagai arah. Kadang malah bergantung terbalik bertumpu pada dahan. Namun, tiap spesies tentunya punya tipe tarian tersendiri.

Burung yang mendapat julukan burung surga itu dahulu populasinya cukup banyak di hutan Papua, namun karena terus diburu akhirnya populasinya kini menurun drastis dan sudah sulit dijumpai.

Penyebabnya antara lain, hutan tempat mereka berlindung dan berkembang biak mulai menyempit seiring dengan semakin meningkatnya penebangan hutan.

Perburuan burung cendrawasih sebenarnya sudah dilarang berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan, namun karena harga burung ini di pasaran cukup menggiurkan, sehingga para pemburu terus mengadakan perburuan liar.

Di berbagai pasar burung di Jakarta beberapa tahun lalu, seekor burung cendrawasih dijual secara ilegal dengan harga Rp1-2 juta per ekor. Sementara itu, para kolektor juga berani membeli burung surga yang sudah diawetkan dengan harga Rp750 ribu sampai Rp1 juta.

Tim ekspedisi Media dan Metro TV mencoba melihat langsung burung yang menjadi kebanggaan rakyat Papua ini. Menurut Otto, pemandu tim, burung langka ini dapat dilihat di Pulau Gam pada pagi hari, sekitar pukul 06.00 sampai 09.00 WIT.

Pukul 04.30, suasana di luar masih gelap. Namun, anggota tim mulai mempersiapkan diri untuk perjalanan menuju Pulau Gam (Kecamatan Waigeo Selatan).

Tim memulai perjalanan dari base camp di Pulau Kri sekitar pukul 05.00. Untuk mencapai Pulau Gam dibutuhkan waktu kurang lebih 30 menit dengan menggunakan speed boat.

Tim sampai di Desa Yenwaupnor di pesisir pantai Pulau Gam. Pak Niko, guide yang akan memandu tim ke tempat pengamatan burung cendrawasih, telah menunggu di ujung dermaga.

Dia langsung mengantarkan menuju lokasi yang dituju. Tim melewati perkampungan lalu dilanjutkan dengan menyeberangi jembatan kayu yang sepertinya mudah runtuh. Lebarnya hanya sekitar 30 sentimeter, dan hanya disokong oleh tiang-tiang yang terbuat dari dahan pohon serta di atasnya diikat beberapa lembar kayu tipis.

Sulitnya menyeberangi jembatan kayu yang sangat sempit dan beberapa kayunya sudah lapuk, serta suasana pagi hari yang masih gelap membuat beberapa anggota tim terperosok karena kayu yang diinjak patah.

Perjalanan semakin menanjak. Suasana yang masih gelap menyulitkan anggota tim untuk melangkah. Rasanya jantung sudah berdegup dengan kencang ketika kaki melangkah.

Jalan setapak yang biasa digunakan warga sekitar untuk masuk ke hutan ternyata cukup sulit dilalui. Terkadang anggota tim harus berpegangan di akar yang menjuntai di tebing agar tidak terperosok ke jurang.

0 komentar:

Posting Komentar